1. Latar Belakang
Setiap orang pasti pernah/sedang/akan terlibat dalam suatu
organisasi. Oleh karena itu maka studi terhadap organisasi dapat bermanfaat
bagi setiap orang untuk dapat berperan dan memperoleh manfaat dari hidup berorganisasi.
Meskipun demikian, studi tentang organisasi tidaklah mudah karena tidak sekedar
membahas suatu sistem baku melainkan studi ini menjadi unik dan sulit karena
berhubungan dengan manusia yang terlibat dalam organisasi tersebut. Kenyataan
itu menambah pentingnya mempelajari organisasi.
2. Permasalahan
Permasalahan pokok dalam artikel-artikel ini
adalah bagaimana memahami organisasi itu. Permasalahan pokok tersebut oleh para
penulis artikel disoroti dari sudut pandang yang berbeda-beda. Perows (1997) menyoroti dari sudut pandang sejarah
perkembangan teori yang berkenaan dengan organisasi, Sills (1997) tentang potensi dan
keterbatasan pengetahuan tentang perilaku, dan
Nadler & Michael (1995) secara lebih spesifik tentang salah satu model yang
dapat dipakai untuk mendiagnosa perilaku organisasional.
3. Pembahasan
Perows (1997) mencoba menjelaskan sejarah singkat teori
organisasi dengan mengemukakan dua
kekuatan besar yang berbeda dalam analisisnya tentang bidang
organisasional. Salah satu kekuatan lebih melihat organisasi seperti sebuah
mesin sedangkan kekuatan lain organisasi seperti hubungan manusia sehingga
lebih menekankan pada individu, akomodatif, dan mengambil inspirasi dari
sistem-sistem biologis.
Perows kemudian mengawali uraian
sejarah itu dengan hancurnya manajemen klasik tentang organisasi akibat
berbagai perubahan yang dihadapi oleh organisasi yang semakin kompleks.
Selanjutnya, hubungan manusiawi mulai dimasukkan sebagai salah satu reaksi atas
birokrasi yang telah dikembangkan dalam manajemen klasik. Meskipun demikian,
sistem birokrasi kembali lagi ditandai oleh munculnya jalur pemikiran mekanistik yang antara lain
diwakili oleh para programer linier, ahli anggaran, dan analis keuangan.
Setelah itu, kekuasaan, konflik, dan keputusan dan kemudian teknologi ikut
masuk juga dengan membawa penegasan pada teori-teori yang ada.
Sedangkan Sills (1997) berusaha untuk memberikan suatu pendahuluan ringkas
tentang pengetahuan tentang perilaku terutama tentang mana yang termasuk di
dalamnya serta mengapa hal lainnya justru tidak termasuk dalam pengetahuan itu.
Oleh karena itu, ia membahas pokok-pokok itu mulai dari definisi istilah sampai
pada aplikasinya.
Sills menuntut
agar pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tentang hubungan antara
perilaku dengan ilmu pengetahuan tentang perilaku, untuk bersifat jujur dengan
menganalisa atau memanfaatkan hasil penelitian itu apa adanya, lepas dari unsur
subyektif yang melekat pada pihak-pihak tersebut. Dengan demikian maka potensi
dan keterbatasan dari pengetahuan tentang perilaku dapat disikapi secara tepat.
Akhirnya, Nadler & Michael (1995) menawarkan model yang
lebih konkrit untuk lebih memahami
perilaku organisasional. Model kongruens merupakan model yang menekankan
pada keserasian pada komponen-komponen yang saling bergantung dalam suatu
sistem organisasi. Bertitik tolak dari premis bahwa manajer yang baik harus
bisa mendiagnosa perilaku yang ada dalam organisasi, maka model ini dapat
membantu manajer untuk menjadi manajer yang baik.
4. Tanggapan
Setelah mencermati apa yang dikemukakan oleh para penulis
dalam artikel mereka maka dapat ditarik beberapa poin tentang studi
organisasi. Poin-poin itu adalah
sebagai berikut:
a.
Studi tentang organisasi telah
menghasilkan berbagai teori tentang bagaimana organisasi itu sebaiknya dikelola.
Pendekatan birokrasi dapat lebih tepat digunakan jika pekerjaan-pekerjaan dalam
organisasi tersebut telah bersifat rutin sedangkan pendekatan hubungan personal
lebih tepat untuk pekerjaan non rutin.
b.
Pengetahuan tentang perilaku dapat
membantu manusia dalam memahami lingkungannya termasuk interaksinya dalam hidup
sosial sehingga pengetahuan ini dapat diterapkan dalam kehidupan
industri/ekonomi. Kesulitan/keterbatasan yang ada pada pengetahuan ini lebih
disebabkan oleh peneliti, manajer dan anggota serikat buruh dalam menyikapi
penelitian di bidang ini. Oleh karena itu, pengetahuan akan metodologi, dan
bagaimana menafsirkan penelitian itu dengan benar dapat memberikan sumbangan
positif terhadap organisasi.
c.
Salah satu metode yang dapat
dipakai untuk mendiagnosa perilaku
organisasional adalah model kongruensi. Model ini memfokuskan pada
karakteristik utama dari sistem yaitu adanya ketergantungan antar komponen yang
membentuk sistem tersebut. Efektifitas sebagai tujuan dari sistem hanya akan
tercapai jika ada kongruensi di antara komponen-komponen yang membentuknya.
Oleh karena itu model ini bermanfaat bagi para manajer dalam usahanya memahami
perilaku organisasional yang ada.
=o0o=
Daftar Acuan
Nadler, D. A., & Michael, T. 1995.
A congruence model for diagnosing organizational behavior. in D. A. Kolb, J.
Osland and Irwin M. Rubin. The
Organizational Behavior Reader, Sixt Ed., London: Prentice Hall
International, Inc. 562-578.
Perows, C. 1997. The sort and glorious
history of organizational theory. in D. Buchanan and A. Huczynski. Organizational Behavior: Integrated Readings.
London: Prentice Hall. 5-16.
Sills, P. 1997. The behavior sciences:
their potential and limitations. in D. Buchanan and A. Huczynski. Organizational Behavior: Integrated Readings.
London: Prentice Hall. 17-30.
BAHAN DISKUSI:
Berdasarkan pengamatan dan atau pengalaman Saudara, jelaskan dengan contoh:
- Mengapa suatu organisasi dibentuk atau didirikan.
- Mengapa seseorang mau bergabung dengan suatu organisasi.
Selamat berdiskusi, Saudara diminta menanggapi 2 pertanyaan utama sebelum Saudara boleh menanggapi komentar rekan lainnya.