Minggu, 16 April 2017

Pelanggaran Etis dalam Periklanan



Bahan Bacaan: Nebenzahl, Israel D. & Eugene D. Jaffe. 1998. Ethical Dimensions of advertising executions. Journal of Business Ethics, Vol. 17 (6): 805-815

Nebensahl & Jaffe (1998) menggolongkan pelanggaran etis periklanan dalam 4 kelompok:

  1. Iklan yang Menipu  (Advertising Deception)
  2. Isi Iklan (Advertising Content)
  3. Iklan Tersembunyi (Disguised Advertising)
  4. Iklan yang Menonjol (Obstrusive Advertising)
Iklan yang menipu adalah iklan yang memuat pernyataan yg sesat/salah dalam iklan tersebut. Dari sudut Deontologis, menipu jika mendorong tindakan yang keliru (secara potensial dapat merugikan) pada konsumen. Menipu jika membuat konsumen rasional bertindak tidak rasional (bertindak dengan cara merugikannya)
Contoh: Konsumen menggunakan obat untuk berbagai gejala yang sebenarnya tidak dirasakannya hanya karena dalam iklan obat tersebut dicantumkan antara lain salah satu gejala yang kebetulan dirasakannya

Pelanggaran etis terkait isi iklan antara lain:

  • Penggunaan pesan seperti rasa takut
  • Penggunaan daya tarik seksual
  • Periklanan yang ditujukan kepada anak-anak
  • Periklanan terkait produk yang berbahaya
Periklanan Tersembunyi merupakan Jenis iklan yang dikategorikan sebagai penipuan karena pihak yang mensponsori iklan tersebut tidak ditangkap dengan jelas.
Contoh: penyertaan produk dalam film dan ulasan produk dalam editorial surat kabar dan majalah. Kecenderungan yang semakin lasim adalah memasukan iklan produk pada materi wawancara tokoh tertentu sehingga yang bersangkutan membahas produk tersebut seakan-akan bukan karena permintaan dari sponsor . Hal itu semakin banyak muncul dalam berbagai sinentron televisi.

Isu etis yang muncul pada kategori Periklanan Menonjol adalah:

  • Pelanggaran otonomi konsumen
  • Invasi terhadap privasi konsumen
Bentuk-bentuk pelanggaran ini seperti: papan iklan pada arena olahraga, iklan yang muncul di TV pada bagian yang bukan iklan (running text atau nama/logo perusahaan), dan lain-lain

BAHAN DISKUSI

Berbagai bentuk pelanggaran etika periklanan sebagaimana dirumuskan Nebensahl & Jaffe (1998), masih sering kita temui sehari-hari. Menurut Saudara, apa penyebab pelanggaran-pelanggaran tersebut masih tetap terjadi? 
Apa yang bisa Saudara lakukan sebagai Konsumen agar para pembuat iklan dan perusahaan dapat semakin memperhatikan etika dalam periklanan mereka?

Selamat Berdiskusi, dan selamat hari raya Paskah bagi yang merayakannya.


Minggu, 09 April 2017

Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas



Bahan Bacaan:

Toffel, Michael W., Antoinette Stein, & Katharine L. Lee. 2008. Extending Producer Responsibility: An Evaluation Framework for Product Take-Back Policies. Working Paper, September I: Havard Business School.

Perusahaan sebagai organisasi bisnis memang dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun demikian, perusahan tidak dapat mengabaikan tanggung jawab untuk memberikan produk yang baik bagi konsumen secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Konsep tanggung jawab produsen  semakin berkembang sehingga dikenal konsep tanggung jawab produsen yang diperluas. Dalam konsep ini, produsen tidak hanya dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas tapi juga produk yang dihasilkan dengan memperhatikan, antara lain:

  1. Proses produksi yang berlangsung dalam linkungan kerja yang tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerjanya
  2. Pengemasan yang baik
  3. Pengiriman/penyampaian yang aman kepada konsumen
  4. Pemilihan distributor maupun pengecer yang bertanggung jawab terhadap kualitas dan keamanan produk (misalnya, produk yang diklaim sebagai ramah terhadap anak tidak boleh dijual oleh pengecer yang menggunakan pembungkus yang berbahaya/tidak ramah terhadap anak)
  5. Penanganan sampah yang ditimbulkan ketika produk tersebut digunakan atau setelah selesai penggunaannya.
Tantangan penerapan tanggung jawab produsen tersebut berbeda-beda berdasarkan jenis industrinya. Permasalahan paling berat umumnya dihadapi oleh produsen produk-produk elektronik dan mesin lainnya karena terkait dengan sampah yang disebabkan oleh produk tersebut ketika sudah tidak dapat digunakan lagi.

Bahan Diskusi:

Tulisan singkat di atas memang menyoroti tanggung jawab produsen. Akan tetapi dalam kenyataan, pemenuhan tanggung jawab produsen tersebut dapat terbantu berkat partisipasi dari konsumen itu sendiri. 
Sebagai konsumen, apa yang dapat Saudara lakukan untuk membantu/mempermudah pemenuhan tanggung jawab produsen seperti disebutkan pada tulisan di atas?
Selamat berdiskusi

Rabu, 05 April 2017

Pentingnya Perhatian Pada Kesehatan dan Keselamatan Kerja



Bahan Bacaan:

Stewart, Wayne H., Donna E. Ledgerwood, & Ruth C. May. 1996. Educating Business Schools about Safety and Health is No Accident. Journal of Business Ethics, Vol. 15 (8): 919-926

Tulisan Stewart, et al. (1996)  menyarikan dampak besar yang terjadi ketika kesehatan dan keselamatan kerja kurang diperhatikan.
Ada 4 area utama yang mendesak dan menjadi tantangan manajerial terkait kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu:

  1. Kualitas udara dalam ruangan
  2. Ancaman terhadap kesehatan reproduksi
  3. Penyebaran penyakit menular
  4. Terpaparnya pekerja dengan sesuatu yang berbahaya dalam proses produksi

Peningkatan permasalahan terkait keempat bidang di atas menuntut perhatian yang lebih terhadap kesehatan dan keselamatan dalam pekerjaan. Stewart et al. (1996) bahkan melihat permasalaan ini sangat mendesak sehingga perlu dimasukan dalam kurikulum sekolah-sekolah bisnis.

Bahan Diskusi:



Mengingat pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja sedangkan di lain pihak kesadaran akan hal itu masih minim,  maka menurut Saudara, perilaku apakah yang bisa Saudara lakukan mulai saat ini ketika masih mahasiswa sehingga ketika Saudara bekerja nanti, kesehatan dan keselamatan kerja dengan sendirinya akan menjadi salah satu prioritas Saudara?
Selamat berbagi dan berdiskusi..

Rabu, 15 Maret 2017

Mencegah Keputusan Ketenagakerjaan yang Melanggar Hukum



Bahan Bacaan:
Hughes, Gerald T. 1990. Use the Five Golden Rules of Employee  Relations. Personnel Journal, Vol. 69(9):121-122.

Salah satu hal yang ditakutkan oleh manajer HRD maupun para pengambil keputusan dalam organisasi adalah masalah hukum yang timbul akibat keputusan yang mereka buat dalam suatu organisasi. Keputusan tersebut umumnya terkait dengan hubungan ketenagakerjaan. Untuk meminimalkan manajer mengalami hal tersebut, pedoman yang dikemukakan oleh Hughes (1990) tetap relevan untuk dijadikan pertimbangan. Hughes (1990) menyebut pedoman itu sebagai Kaidah Emas (golden rules), yaitu:

  1. Jangan mengambil keputusan yang membatasi karyawan hanya atas asumsi bahwa itu baik bagi mereka. Misalnya melarang pekerja wanita untuk lembur malam hari karena kekuatiran akan keamanan/keselamatan mereka. Jika hal tersebut memang baik, maka harus dicantumkan dalam aturan resmi organisasi.
  2. Sampaikan pada karyawan bahwa keputusan yang diambil hanyalah suatu keputusan bisnis. Ketika dia salah, harus tetap dihukum atau diberi sanksi tanpa melibatkan perasaan karena ini hanya keputusan yang memang harus diambil dalam aktivitas bisnis.
  3. Jika ragu-ragu apakah keputusan yang akan diambil itu baik atau buruk maka keputusan itu pasti buruk sehingga jangan dilakukan/diambil.
  4. Manajer harus bisa menjelaskan keputusan itu secara langsung (face to face) dengan karyawan. Jika manajer tidak mampu atau tidak berani menyampaikan langsung, maka keputusan itu cenderung bermasalah.
  5. Buatlah komunikasi yang rutin dengan bawahan untuk membahas kondisi lingkungan kerja mereka, keluhan, kesuksesan dan harapan-harapan mereka.

Bahan Diskusi:

Andai Saudara seorang manajer HRD, manakah dari kelima pedoman tersebut di atas yang paling sulit untuk Saudara implementasikan? Mengapa dan bagaimana mengatasinya?

Kamis, 09 Maret 2017

Whistleblower, Siapa yang Bertanggung Jawab?



Bahan Bacaan: Sheeder, Frank. 2006. Whistleblower are not born that way – We create them through the multiple systems failures. Journal of Health Care Compliance, July-August: 39-40, 72-73.

Whistleblower adalah anggota organisasi yang mengungkapkan perilaku salah atau tidak etis dari organisasinya. Sesuai namanya, peniup peluit (whistleblower) akan menarik perhatian banyak pihak sebagaimana terjadi ketika terdengar ada bunyi peluit. Setiap orang akan mencari tahu dari mana asal bunyi tersebut. Dalam kasus whistleblowing yang terjadi pada suatu organisasi, pertama-tama yang dirugikan adalah organisasi itu sendiri baik terkait image maupun biaya yang harus dikeluarkan sebagai kompensasi terhadap mereka yang dirugikan karena praktek tidak etis organisasi tersebut.
Sheeder (2006) mensiyalir bahwa kecenderungan terjadi peningkatan kasus whistleblowing dalam industry layanan kesehatan. Hal itu dapat dijelaskan dari sudut karakteristik pekerja dalam industry tersebut. Mereka yang bekerja di bidang layanan kesehatan umumnya memilih karir tersebut karena:

  • Punya kepedulian yang tinggi terhadap sesama
  • Idealis
  • Sangat gigih untuk membantu orang lain
  • Taat hukum/peraturan
Meskipun demikian, mereka tidak otomatis menjadi whistleblower. Berbagai kegagalan dalam system organisasi yang akan menciptakan mereka menjadi whistleblower. Sheeder (2006) mengidentifikasi kegagalan sitem tersebut, sebagai berikut:

  1. Berharap agar karyawan terlibat dalam perilaku yang merugikan pihak di luar oganisasi
  2. Mengabaikan masukan dan atau komplan karyawan
  3. Mengabaikan kode etik profesi
  4. Mengabaikan atau kurang memberi perhatian pada tanggung jawab sosialnya
  5. Gagal dalam melakukan tindakan perbaikan atas perilaku tidak etis sebelumnya
  6. Meremehkan kegigihan karyawan dalam memperjuangkan apa yang dianggapnya benar.

Bahan Diskusi:


  1. Andai Saudara anggota suatu organisasi dan menemukan perilaku organisasi yang tidak etis, apa pertimbangan utama Saudara ketika Saudara memutuskan untuk mengungkapkan hal tersebut kepada public?
  2. Andai Saudara merupakan pengambil keputusan kunci dalam suatu organisasi, apa yang akan Saudara lakukan untuk tidak menciptakan whistleblower dalam organisasi Saudara?