Rabu, 15 Maret 2017

Mencegah Keputusan Ketenagakerjaan yang Melanggar Hukum



Bahan Bacaan:
Hughes, Gerald T. 1990. Use the Five Golden Rules of Employee  Relations. Personnel Journal, Vol. 69(9):121-122.

Salah satu hal yang ditakutkan oleh manajer HRD maupun para pengambil keputusan dalam organisasi adalah masalah hukum yang timbul akibat keputusan yang mereka buat dalam suatu organisasi. Keputusan tersebut umumnya terkait dengan hubungan ketenagakerjaan. Untuk meminimalkan manajer mengalami hal tersebut, pedoman yang dikemukakan oleh Hughes (1990) tetap relevan untuk dijadikan pertimbangan. Hughes (1990) menyebut pedoman itu sebagai Kaidah Emas (golden rules), yaitu:

  1. Jangan mengambil keputusan yang membatasi karyawan hanya atas asumsi bahwa itu baik bagi mereka. Misalnya melarang pekerja wanita untuk lembur malam hari karena kekuatiran akan keamanan/keselamatan mereka. Jika hal tersebut memang baik, maka harus dicantumkan dalam aturan resmi organisasi.
  2. Sampaikan pada karyawan bahwa keputusan yang diambil hanyalah suatu keputusan bisnis. Ketika dia salah, harus tetap dihukum atau diberi sanksi tanpa melibatkan perasaan karena ini hanya keputusan yang memang harus diambil dalam aktivitas bisnis.
  3. Jika ragu-ragu apakah keputusan yang akan diambil itu baik atau buruk maka keputusan itu pasti buruk sehingga jangan dilakukan/diambil.
  4. Manajer harus bisa menjelaskan keputusan itu secara langsung (face to face) dengan karyawan. Jika manajer tidak mampu atau tidak berani menyampaikan langsung, maka keputusan itu cenderung bermasalah.
  5. Buatlah komunikasi yang rutin dengan bawahan untuk membahas kondisi lingkungan kerja mereka, keluhan, kesuksesan dan harapan-harapan mereka.

Bahan Diskusi:

Andai Saudara seorang manajer HRD, manakah dari kelima pedoman tersebut di atas yang paling sulit untuk Saudara implementasikan? Mengapa dan bagaimana mengatasinya?

Kamis, 09 Maret 2017

Whistleblower, Siapa yang Bertanggung Jawab?



Bahan Bacaan: Sheeder, Frank. 2006. Whistleblower are not born that way – We create them through the multiple systems failures. Journal of Health Care Compliance, July-August: 39-40, 72-73.

Whistleblower adalah anggota organisasi yang mengungkapkan perilaku salah atau tidak etis dari organisasinya. Sesuai namanya, peniup peluit (whistleblower) akan menarik perhatian banyak pihak sebagaimana terjadi ketika terdengar ada bunyi peluit. Setiap orang akan mencari tahu dari mana asal bunyi tersebut. Dalam kasus whistleblowing yang terjadi pada suatu organisasi, pertama-tama yang dirugikan adalah organisasi itu sendiri baik terkait image maupun biaya yang harus dikeluarkan sebagai kompensasi terhadap mereka yang dirugikan karena praktek tidak etis organisasi tersebut.
Sheeder (2006) mensiyalir bahwa kecenderungan terjadi peningkatan kasus whistleblowing dalam industry layanan kesehatan. Hal itu dapat dijelaskan dari sudut karakteristik pekerja dalam industry tersebut. Mereka yang bekerja di bidang layanan kesehatan umumnya memilih karir tersebut karena:

  • Punya kepedulian yang tinggi terhadap sesama
  • Idealis
  • Sangat gigih untuk membantu orang lain
  • Taat hukum/peraturan
Meskipun demikian, mereka tidak otomatis menjadi whistleblower. Berbagai kegagalan dalam system organisasi yang akan menciptakan mereka menjadi whistleblower. Sheeder (2006) mengidentifikasi kegagalan sitem tersebut, sebagai berikut:

  1. Berharap agar karyawan terlibat dalam perilaku yang merugikan pihak di luar oganisasi
  2. Mengabaikan masukan dan atau komplan karyawan
  3. Mengabaikan kode etik profesi
  4. Mengabaikan atau kurang memberi perhatian pada tanggung jawab sosialnya
  5. Gagal dalam melakukan tindakan perbaikan atas perilaku tidak etis sebelumnya
  6. Meremehkan kegigihan karyawan dalam memperjuangkan apa yang dianggapnya benar.

Bahan Diskusi:


  1. Andai Saudara anggota suatu organisasi dan menemukan perilaku organisasi yang tidak etis, apa pertimbangan utama Saudara ketika Saudara memutuskan untuk mengungkapkan hal tersebut kepada public?
  2. Andai Saudara merupakan pengambil keputusan kunci dalam suatu organisasi, apa yang akan Saudara lakukan untuk tidak menciptakan whistleblower dalam organisasi Saudara?

Rabu, 08 Maret 2017

Alasan Karyawan Bertahan dalam Suatu Organisasi



Bacaan: De Vos, Ans and Annelies Meganck. 2009. What HR Managers do versus what employees values: Exploring both parties’ view on retention management from a psychological contract perspective. Personnel Review, Vol 38 (1): 45-60

Meski suatu organisasi beroperasi pada lingkungan dengan tingkat pengangguran yang tinggi, organisasi tidak dapat mengabaikan begitu saja upaya untuk mempertahankan karyawan yang sudah dimilikinya. Selain biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan karyawan baru yang semakin meningkat, organisasi juga akan dihadapkan dengan kemungkinan untuk mendapatkan karyawan yang tidak sebaik yang sudah dimilikinya serta kehilangan waktu untuk menyiapkan karyawan tersebut berkinerja minimal sesuai dengan kinerja karyawan lama. Oleh karena itu, suatu organisasi tetap membutuhkan manajemen retensi.

Manajemen retensi mengacuh pada praktek-praktek yang dikembangkan oleh suatu organisasi untuk meminimalkan karyawan yang mengundurkan diri secara suka rela. Dalam manajemen retensi, organisasi berupaya mempertahankan karyawan yang diinginkannya lebih lama daripada yang dilakukan oleh pesaingnya. De Vos & Meganck (2009) melakukan survey terhadap 5.286 karyawan di Belgia dan meranking lima alasan utama karyawan untuk bertahan dalam suatu organisasi, yaitu:

  1. Peluang Pengembangan Karir
  2. Atmosfir Lingkungan Social Pekerjaan
  3. Pekerjaan itu sendiri
  4. Imbalan Finansial
  5. Keseimbangan antara Pekerjaan dengan Kehidupan Pribadi

 Bahan Diskusi:

Andai saudara seorang manajer SDM, berilah contoh kebijakan atau program manajemen retensi yang akan saudara lakukan yang kiranya efektif berdasarkan informasi yang diberikan De Vos & Meganck (2009) tentang alasan karyawan bertahan dalam suatu organisasi. Selamat berdiskusi..