Minggu, 11 Desember 2011

Mengapa Kita Membenci Orang HRD? (Bahan diskusi 2 Pebruari 2012)

(Disadur bebas dari: Hammonds, Keith H. 2006. Why We Hate HR: You’re great at administrivia and wasteful. Leadership Exellence. Vol 23 (2): 20

Dalam perekonomian yang mengandalkan pengetahuan, organisasi yang memiliki SDM dengan talenta terbaiklah yang akan memenangkan persaingan. Oleh karena itu, menemukan, mematangkan, dan mengembangkan SDM dengan talenta itu menjadi tugas yang sangat penting dalam organisasi. Akan tetapi, mengapa pekerjaan HRD (yang terutama menangani tugas ini) justru dianggap pekerjaan yang tidak menarik sehingga banyak dihindari? Bahkan setelah 20 tahun sejak munculnya wacana bahwa orang HRD itu mitra strategis, saat ini mereka masih tetap jarang dilibatkan? Jangankan jadi pimpinan organisasi, duduk dalam jajaran perencana strategis organisasipun mereka jarang dilibatkan.
            Dalam organisasi, orang HRD sering tampak sebagai “sisi gelap” dari birokrasi karena sering menghambat kreativitas, membuat aturan yang tidak sensitive terhadap keadaan karyawan, bahkan tidak jarang menghambat perubahan. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk penilaian kinerja tahunan yang tidak berguna, menjadi antek orang keuangan untuk memotong skala penggajian, mengkomunikasikan sesuatu yang jauh dari kenyataan, merekrut orang baru yang keahliaannya sebenarnya sudah dimiliki oleh orang lama, melakukan penilaian dan perlakuan yang sama untuk mereka yang berkinerja berbeda hanya atas nama “keadilan dan kesetaraan”. Akibatnya, hanya 40 % karyawan yang merasa bahwa organisasinya mempertahankan pekerja yang berkualitas tinggi serta melihat bahwa penilaian kinerja itu fair. Hanya 58 % yang menganggap bahwa pelatihan yang mereka ikuti dalam perusahaan itu cocok dan menyenangkan. Hanya 50% pekerja yang menganggap bahwa organisasi itu peduli akan kesejahteraan mereka.
            Ada 4 alasan mengapa semua itu terjadi:
1.      Orang HRD banyak yang tidak mengerti Bisnis
Orang terbaik dan cemerlang jarang yang mau berkecimpung dalam HRD. Beberapa yang terjun dalam bidang ini memang secara sadar memilihnya tapi dengan alasan yang salah. Mereka menyenangi pekerjaan yang terkait dengan “orang” dan sungguh-sungguh ingin membantu tetapi mereka  tidak tahu bagaimana mendapatkan orang terbaik dan cemerlang serta bagaimana meningkatkan “value” organisasi melalui pengelolaan “orang-orang” tersebut. Jurang antara kemampuan dengan tuntutan pekerjaan terlalu lebar. Banyak manajer HRD kurang memiliki keterampilan bisnis dasar dan tidak bisa menjawab pertanyaan mendasar seperti: siapa “core customer” nya, tantangan-tantangan yang mereka hadapi, siapa pesaingnya, bagaimana membuat SDM-nya melakukan pekerjaannya dengan baik, apa yang harus dia kerjakan dengan baik, dst.

2.      Orang HRD banyak yang “cari gampang”
Adalah sangat mudah untuk mengukur jumlah jam pelatihan yang diselenggarakan daripada mengukur “value” yang mereka berikan kepada pekerja dan penyelia (melalui pelatihan itu), dan manfaat yang diberikan kepada investor dan pelanggan. Oleh karena itu, manajer HRD lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berbagai kegiatan/program daripada dalam outcomes (keluaran, hasil). Mereka lebih sibuk dengan berapa pekerja yang dipekerjakan, sejauhmana para pekerja itu puas dengan berbagai manfaat yang diperoleh dari organisasi. Orang HRD jarang mengkaitkan berbagai pengukuran yang mereka lakukan dengan kinerja.

3.      Orang HRD banyak yang tidak bekerja untuk kepentingan organisasi
Orang HRD kadang lebih memperhatikan aturan ketenagakerjaan daripada kepentingan organisasi. Memang tugas mereka untuk menjaga asset perusahaan (sdm) dan mengelolanya tanpa bertentangan dengan peraturan yang ada. Akan tetapi, dalam beberapa kasus, mereka justru tidak dapat memikirkan atau melakukan sesuatu untuk kemajuan organisasi. Mereka mengupayakan  standarisasi dan keseragaman lebih karena hal itu yang umum digunakan. Mereka seharusnya selalu memikirkan dan mengemukakan beberapa pengecualian dalam memperlakukan pekerja karena dengan demikian suatu bisnis dapat maju. Organisasi tidak akan maju tanpa mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya antara lain dengan memberi mereka reward berdasarkan kinerja mereka yang berbeda, bukan dengan memperlakukan mereka secara sama untuk semua.

4.      Orang HRD banyak yang tidak tahu “arah” organisasi
Manajer HRD jarang mengetahui apa yang dikehendaki manajemen puncak. Beberapa eksekutif bahkan tidak pernah memikirkan hal-hal terkait SDM karena orang SDM belum pernah menunjukkan semangat bisnisnya. Orang SDM yang baik  tidak menunggu mendengar dari manajemen puncak, mereka bertanggung jawab untuk mengerti apa yang seharusnya diperlukan dalam bisnis (terkait SDM).

Tentu saja ada ada individu-individu luar biasa yang menjadi manajer SDM. Mereka sangat dipercaya, peduli terhadap orang lain, mengerti bisnis dan cara bagaimana mengelola orang agar fit dengan organisasi. Beberapa perusahaan yang memiliki orang-orang seperti itu antara lain Yahoo, P&G, dan General Electric. Orang SDM di perusahaan itu mampu memadukan pengelolaan  SDM dengan strategi bisnis.
Ada gejala baru yang mulai muncul yaitu kecenderungan pemilik perusahaan untuk menggunakan strategi outsourching dalam penanganan SDM. Mereka bermaksud menyerahkan hampir semua aktivitas yang dulunya dikerjakan oleh orang SDM dalam organisasi. Padahal, fungsi unik inilah yang dapat menghasilkan orang-orang terbaik dan cemerlang yang pada akhirnya akan menjadi peluang bagi organisasi untuk memiliki keunggulan bersaing. Suatu peluang yang dalam banyak organisasi menjadi mubasir karena pengelolaan SDM yang tidak optimal. Itulah alasannya mengapa saya tidak suka orang SDM..............

                                                                                                                      

Bahan Diskusi:
Andai Anda jadi orang HRD, apa yang akan Anda lakukan agar "tidak dibenci" seperti pada tulisan di atas.