Minggu, 30 Oktober 2011

Penyebab Kegagalan Suksesi Kepemimpinan dalam Bisnis Keluarga (Bahan Diskusi 1 dan 8 Nopember2011)


(diringkas dari artikel: Perry, Phillip M. 2008. Are Your Children Ready To Run The Family Business? Rural Telecommunications, Jul/Aug, (Vol.7, No 4): 56

          Bisnis keluarga adalah bisnis yang kepemilikan utamanya dipegang oleh suatu keluarga atau oleh mereka yang masih punya hubungan keluargak. Salah satu persoalan besar dalam meningkatkan dan mempertahankan bisnis keluarga adalah masalah suksesi. Berikut ini adalah beberapa kesalahan yang dilakukan pemilik bisnis sehingga gagal dalam proses suksesi kepemimpinan.
1. Mengabaikan Perencanaan Suksesi
  • Kurangnya perencanaan suksesi merupakan kontributor utama kegagalan FB
  • Sering terjadi anak pemilik menyanggupi untuk mengelola bisnis lebih bukan karena siap tapi lebih untuk menghindari konflik dengan orang tua
      2. Tidak Melibatkan Generasi Kedua dalam Perencanaan Strategis
    • Perlu share misi, nilai, dan apa yang diharapkan untuk dicapai.
    • Tidak sekedar menunjukkan bagaimana bisnis itu dijalankan tapi juga nilai apa yang akan dipakai jika ada konflik dalam satu keputusan dilihat dari sudut bisnis dan sudut keluarga
    3. Tidak Memberi tanggung jawab lebih besar kepada Generasi II
    • Kadang anggota keluarga sdh dilibatkan sekedar pekerjaan teknis belum dengan yang terkait keahlian manajerial.
    • Dampaknya mereka hanya melihat bisnis dari perspektif pekerja bukan dari perspektif manajemen
    • Latih mereka juga terkait prosedur manajermen, keinginan pelanggan dan pemasok, hubungan dgn karyawan serta bagaimana bisnis itu menghasilkan uang.
     4. Mengabaikan kesalahpahaman antar saudara
    • Yang perempuan yang kerja keras, tapi yang dipilih jadi pengganti adalah anak laki2 yang dimanja
    •  Anak yang satu diminta untuk mengembangkan kemampuan manajerial, tapi anak yang lain yang jadi pemimpin
     5. Tidak Membentuk suatu tim manager
    • Generasi kedua perlu diberi waktu dan didorong untuk mengembangkan gaya manajemen mereka sendiri
    • Solusi: kembangkan keterampilan manajerial mereka serta evaluasi kinerja mereka dengan teliti sebagaimana mengevaluasi kinerja mereka yang bukan anggota keluarga
     6. Tidak menggunakan manajer sementara ketika dibutuhkan
    • Perhatikan manajer yang bukan anggota keluarga, libatkan mereka dalam proses, dan berilah jaminan reward yang baik untuk posisi mereka
    • Harus jelas pada mereka sampai di mana posisi yang memungkinkan bagi mereka sehingga mereka tidak patah semangat ketika anggota keluarga yang disiapkan untuk posisi yang lebih tinggi dari mereka.

    7.Gagal memotivasi manajer yang bukan berasal dari anggota keluarga

    8. Tidak membentuk Family Council (FC)
    •  FC merupakan suatu kelompok dari anggota keluarga yg bertanggung jawab mengadakan pertemuan secara rutin untuk mendiskusikan arah perusahaan dan menangani persoalan2 kunci/vital
    • FC diperlukan seiring berkembangnya jumlah anggota keluarga.
    • FC lebih baik dari dewan direksi karena mereka dapat melihat dari sudut pandang keluarga bukan sekedar sudut pandang bisnis
     9. Tidak menyusun target kinerja untuk manajemen baru
    • Ketika sungguh2 terjadi transisi manajemen, harus ada target kinerja yang diberikan untuk menutupi biaya pensiun generasi pertama.
    • Target itu bisa terkait dgn profitability, ROI, peningkatan penjualan, dll.
    • Ketika dalam batas tertentu tidak tercapai, perlu ada kesepakatan di awal apakah generasi pertama harus kembali atau bahkan lebih buruk lagi untuk dijual ke pihak lain
    10. Menunggu terlalu lama untuk mentransfer asset
    • Transfer terlalu cepat dapat merugikan terutama terkait pajak
    • Perlu mencari model yang lebih menguntungkan dalam proses transfer tersebut (konsultasikan dengan akuntan)
    11. Tidak mengkoordinasikan transfer kepemilikan dengan transfer manajemen

    12. Tidak menyediakan waktu yang cukup untuk proses tansisi
    • Transisi bisnis keluarga merupakan suatu proses yang menuntut untuk dilakukan dari tahun ke tahun sampai selesai
    • Ada yang mengatakan butuh sekitar 10 tahun untuk  melatih seseorang sampai pada level yang disyaratkan untuk kesuksesan suatu bisnis

    Pertanyaan Diskusi:
    1. Pilihlah salah satu dari 12 penyebab di atas yang menurut Anda paling menentukan kegagalan suksesi kepemimpinan dalam Bisnis Keluarga. Jelaskan pilihan Anda
    2. Apa yang bisa dilakukan pemilik bisnis dalam perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mencegah atau mengatasi penyebab kesalahan tersebut.
    Selamat berdiskusi…….

    Minggu, 23 Oktober 2011

    Pelatihan dan Pengembangan


    Pelatihan dan Pengembangan
    (Julius Runtu)

    1.      Pendahuluan

    1.1.  Latar belakang
    Berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia bisnis telah berdampak secara signifikan terhadap organisasi-organisasi yang ada. Berbagai hal yang sebelumnya telah dilaksanakan dan dianggap telah berlangsung baik, saat ini mulai dilihat kembali karena telah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan lingkungan eksternal suatu organisasi. Salah satu dari hal tersebut adalah pelaksanaan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi.
    1.2.  Permasalahan
                Permasalahan yang muncul adalah perubahan yang bagaimana yang dapat dilakukan suatu organisasi terhadap pelatihan dan pengembangan sehingga efektivitas program tersebut sungguh-sungguh memberikan sumbangan positif yang signifikan bagi kemajuan organisasi.
    1.3.  Tujuan pembahasan
    Tujuan pembahasan ini adalah mengemukakan beberapa pendapat yang muncul dari beberapa artikel tentang pelatihan dan pengembangan. Artikel-artikel tersebut memang diharapkan dapat memberikan beberapa sumbangan bagi organisasi dalam melaksanakan pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif.

    2.      Pembahasan
    Hellen Rainbird (1994) memberikan gambaran mendasar tentang pergantian peran fungsi pelatihan. Dalam studi kasus yang dilakukannya, penulis artikel menemukan bahwa sejumlah organisasi sedang melakukan penafsiran ulang dan pengorganisasian ulang terhadap peran pelatihan. Pergantian peran pelatihan terutama nampak pada adanya proses desentralisasi yang mana tanggung jawab pelatihan diserahkan kepada manajer lini.
    Sedangkan dalam perspektif yang khusus tentang pelatihan itu,  Black & Mendenhall (1990) menyoroti tentang efektivitas pelatihan cross-cultural. Pelatihan cross-cultural menjadi sangat relevan bagi organisasi yang berada dalam lingkungan budaya yang beragam. Pelatihan itu akan efektif apabila memungkinkan dicapainya tiga kelompok keterampilan tertentu, yaitu:
    ·         keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan diri;
    ·         keterampilan yang berhubungan dengan pemeliharaan hubungan dengan lingkungan tempat bertugas;
    ·         keterampilan kognitif yang memelihara persepsi yang benar terhadap lingkungan aktifitas dan sistem sosialnya.
    Sehubungan dengan pengembangan, Edelstein & Armstrong (1993) menawarkan suatu model untuk pengembangan para eksekutif dalam suatu organisasi. Pengembangan itu berkaitan dengan bagaimana menambah keterampilan para eksekutif sehingga kompetensi mereka meningkat terutama menyangkut pelaksanaan tugas-tugas khusus. Pengembangan itu pun dapat dikaitkan dengan usaha untuk  mengubah perilaku mereka yang tidak memadai sebagai  eksekutif suatu organisasi.Model yang ditawarkan Edelstein & Armstrong itu adalah penggunaan alat teknologi multidimensi. Alat tersebut dapat membantu mengarah pada realita tentang bagaimana para eksekutif belajar dan berkembang.

    Akhirnya, Tannenbum & Woods (1992) mengemukakan bagaimana menentukan suatu strategi pengevaluasian pelatihan dan pengembangan. Keberhasilan ataupun kegagalan pelaksanaan pelatihan memang dapat diukur dengan melaksanakan evaluasi terhadap hal tersebut. Pelaksanaan evaluasi terhadap pelatihan menjadi lebih penting lagi karena sebagian besar program pelatihan dilaksanakan dengan biaya yang sangat mahal.
    Ada tiga karakteristik dari strategi evaluasi yang perlu diperhatikan yaitu: besarnya jumlah yang dievaluasi, desain penelitian, dan kriteria pelatihan. Sedangkan strategi-strategi evaluasi yang dapat diterapkan oleh organisasi menurut Tannenbum & Woods, adalah: no evaluation strategy, reaction only strategy, basic evaluation strategy, intermediate evaluation strategy, dan advance evaluation strategy.

    3.      Tanggapan
    3.1. Hubungan logis antara keempat artikel
    Artikel Hellen Rainbird memberikan gambaran mendasar tentang pergantian peran fungsi pelatihan. Dalam perspektif yang khusus tentang pelatihan itu,  Black & Mendenhall menyoroti tentang efektivitas pelatihan cross-cultural. Sedangkan dalam hubungan dengan pengembangan, Edelstein & Armstrong menawarkan suatu model untuk pengembangan para eksekutif dalam suatu organisasi. Hal itu masih sangat relevan dengan pelatihan karena dapat dikatakan sebagai kelanjutan atau kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari pelatihan.
    Keberhasilan ataupun kegagalan pelaksanan pelatihan dan pengembangan tersebut dapat diukur dengan melaksanakan evaluasi terhadap hal tersebut. Dalam konteks inilah artikel yang ditulis oleh Tannenbum & Woods memegang peranan sebab mereka menulis bagaimana menentukan suatu strategi pengevaluasian suatu pelatihan.

    3.2. Hubungan antara pelatihan dan pengembangan
    Edelstein & Armstrong  mengakui adanya kesulitan dalam membedakan antara pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dilihat lebih lebih memfokuskan pada penambahan keterampilan yang meningkatkan kecakapan seseorang. Sedangkan pengembangan difokuskan pada individu dalam hal ini eksekutif dalam rangka merubah perilaku mereka.
    Dalam literatur yang lain, Werther & Davis (1996) mencoba membedakan kedua hal itu dengan melihat manfaatnya. Pelatihan memungkinkan seseorang untuk memperluas karirnya serta membantu orang tersebut untuk tanggung jawab di masa yang akan datang. Sedangkan pengembangan membantu seseorang untuk menanggani tanggung jawab di masa yang akan datang.
    Pendapat itu memang dapat membantu membedakan pelatihan dan pengembangan secara konseptual/teoritis tetapi tetap sulit untuk dipakai dalam praktek. Oleh karena itu, pelatihan dan pengembangan memang merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan karena dalam pelatihan tetap terdapat unsur pengembangan, dan sebaliknya.

    4.      Kesimpulan
    Setelah membahas secara umum tentang keempat artikel tentang pelatihan dan pengembangan, beberapa hal berikut ini dapat dikemukakan sebagai kesimpulan:
    1. Pelatihan perlu diintegrasikan dengan strategi bisnis suatu organisasi. Hal itu dapat diwujudkan apabila dilakukan penggantian peran pelatihan dengan menyerahkan tanggung jawab pelatihan kepada manajemen lini.
    2. Pelatihan  cross-cultural yang tepat dapat membawa manfaat bagi organisasi yang kulturnya beragam atau beroperasi pada tempat yang kulturnya berbeda.
    3. Perumusan kebutuhan organisasi akan jenis keterampilan tenaga kerjanya akan membantu kesuksesan pelatihan.
    4. Evaluasi atas program pelatihan adalah mutlak untuk dilaksanakan oleh organisasi.
    5. Pelatihan dan pengembangan secara konseptual dapat dibedakan  tetapi sangat sulit dibedakan dalam praktek

    Referensi :

    Black, J. S., & Mendelhall, M. 1990. Cross-cultural training effectiveness: A review and theoritical framework for future research. Academy of Management Review, 15 (1): 113–136.
    Edelstein, B. C., Armstrong, Jr., D. J. 1993. A model for eksecutive development. Human Resources Planning, 16 (4): 51–68.
    Rainbird, H. 1994. The changing role of the training function: A test for the integration of human resources bussiness strategies. Human Resources Management Journal, 5 (1): 72 – 90
    Tannenbaum, S. I., Woods, S. E. 1992. Determining a strategy for evaluating training: Operating within organizational contrains. Human Resources Planning, 15 (2): 63–81.
    Werther, W.B., & Keith Davis. 1996. Human Resources and Personnel Management. New York: Mc Graw-Hill, Inc.

    BAHAN DISKUSI:
    Berikanlah komentar tentang tulisan di atas. Mahasiswa dapat juga mengomentari 5 pernyataan yang menjadi kesimpulan dari tulisan di atas. Selamat berdiskusi......